Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mempunyai komitmen untuk mengembangkan kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020. hal ini sejalan dengan komitmen Internasional sebagaimana di usung dalam pertemuan keanegaragaman hayati di Rio de Jeneiro belum lama ini, yang mentargetkan masing-masing negara dapat mengkonservasi 10 persen wilayah perairannya. Komitmen penetapan kawasan konservasi ini membuktikan keseriusan pemerintah dalam rangka mengelola secara seimbang potensi wilayah perairan laut dan pesisir untuk ekonomi dan lingkungan, sejalan dengan prinsip-prinsip blue economy, yakni ekonomi yang mengurangi kemiskinan, sosial inclusiveness dan keberlanjutan sumberdaya disampaikan Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP, Sudirman Saad saat menerima tim Greenpeace yang dipimpin oleh Team Leader Greenpeace, Arif Fiyanto di kantor KKP Jakarta, hari ini (4/7).
Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP, Sudirman Saad juga menegaskan, KKP tetap berpegang teguh untuk mengembangkan kawasan konservasi seluas 20 juta hektar pada tahun 2020. Hal ini sejalan dengan komitmen Internasional sebagaimana di usung dalam pertemuan keanegaragaman hayati di Rio+20. Dalam pertemuan tersebut masing-masing negara ditargetkan dapat mengkonservasi sebesar 10 persen wilayah perairannya. “Artinya berdasarkan luas perairan laut teritorialnya, Indonesia berkewajiban mengkonservasi setidaknya 31 juta hektar wilayah lautnya, yang saat ini telah mencapai 15,5 juta hektar.,” kata Dirjen KP3K Sudirman Saad.
Kedatangan puluhan anggota Greenpeace ke kantor KKP bermaksud menyampaikan permintaan kepada KKP untuk tidak memberikan ijin terkait wacana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) bertenaga batubara di kawasan konsensi laut daerah Pantai Ujungnegro-Raben, Kabupaten Batang Provinsi Jawa Tengah. “Rencana pemerintah untuk membangun PLTU batubara terbesar di Asia Tenggara menunjukkan keengganan pemerintah untuk menghentikan ketergantungan mereka yang sangat tinggi terhadap bahan bakar fosil," kata Arif.
Menyikapi hal itu, Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-Pulau Kecil (KP3K) KKP Sudirman Saad menjelaskan aksi demo yang dilakukan Greenpeace itu salah alamat. KKP memiliki tupoksi dalam kawasan konservasi dan rencana penyusunan zonasi tata ruang. “Itu bukan ranah kami dalam menanggapi izin pembangunan PLTU tersebut,” kata Dirjen KP3K Sudirman Saad
Tak hanya itu, Saad menjelaskan terkait pengelolaan tata ruang Batang merujuk pada tiga peraturan perundang-undangan seperti Peraturan Pemerintah (PP) no 26 tahun 2008 tentang RT/RW nasional , Peraturan Daerah (Perda) no 6 tahun 2010 tentang RT/ RW provinsi Jawa Tengah, kemudian ada Perda no 7 tahun 2011 tentang RT/RW Kabupaten Batang. “Rencana pembangunan dan pengelolaan Kabupaten Batang sesuai dengan arahan tiga aturan tadi sehingga tidak mungkin saling bertentangan,” jelas Dirjen KP3K Sudirman Saad.
Bahkan pembangunan PLTU tersebut harus memilik Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dan ijin lingkungan. Pasalnya aktifitas di perairan akan diakomodir dengan zonasi perairan yang merujuk pada UU 27 tahun 2007,” imbuhnya. Disamping itu, ia mengungkapkan bahwa untuk pertama kalinya Menteri Kelautan dan Perikanan telah menetapkan Kabupaten Batang sebagai kawasan konservasi perairan seluas 4 ribu ha. “Artinya bila dilihat luas perairan batang Ini merupakan sebuah indikator bahwa ada kemauan dari pemerintah dalam memanfaatkan kawasan secara berimbang,” jelas Dirjen KP3K Sudirman Saad.
Komitmen penetapan kawasan konservasi ini membuktikan keseriusan pemerintah dalam rangka mengelola secara seimbang potensi wilayah perairan laut dan pesisir untuk ekonomi dan lingkungan, yang sejalan dengan prinsip-prinsip blue economy. Prinsip ekonomi biru tersebut bertujuan mengacu pada ekonomi yang mengurangi kemiskinan, sosial inclusiveness dan keberlanjutan sumberdaya.
Menurut irjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP, Sudirman Saad, laut tidak lagi merupakan open access, melainkan arena dimana ruang pemanfaatan mesti ditata secara komprehensif dengan menyusun rencana zonasi perairan. Setidaknya dibutuhkan empat hal dalam mengelola kawasan konservasi dan upaya menyelamatkan ekosistem laut. Pertama tersedianya alokasi untuk ruang konservasi. Kedua kawasan alur yang berfungsi sebagai alur pelayaran, penempatan kabel/pipa bawah laut, serta alur ruaya ikan dan biota laut dalam menjaga sumber daya ikan dan kawasan strategis nasional. Ketiga kawasan pemanfaatan umum. Terakhir kawasan strategis nasional tertentu. Rencananya hasil kajian ini akan selesai pada Oktober 2012, sehingga dapat dijadikan Naskah Akademik dalam membantu Pemerintah Daerah untuk menetapkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kabupaten Batang dengan ditetapkannya Peraturan Daerah.
Sumber : Pusdatin
Direktorat Konservasi dan Keanekaragaman Hayati Laut
Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut
Kementerian Kelautan dan Perikanan
________________________________________________________________
Gedung Mina Bahari III, Lantai 10
Jl. Medan Merdeka Timur, Nomor 16
Jakarta 10110, Kotak Pos 4130
Telepon : (021) 3522045, Ext. 6104,
Faksimile : (021) 3522045
Email : info.kkji@gmail.com